JAKARTA, KNO – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) telah mengidentifikasi adanya empat potensi korupsi di dalam penanganan Covid-19.
“KPK telah mengidentifikasi 4 potensi korupsi pada penanganan Covid-19, sekaligus membuat empat Langkah Antisipasi yang (dapat) dilihat juga di aplikasi JAGA BANSOS KPK,” ujar Ketua KPK Firli Bahrui dalam keterangan tertulis, Minggu (30/8/2020).
Pertama adalah potensi korupsi dalam rangka pengadaan barang/jasa mulai dari kolusi, mark up harga, kickback, konflik kepentingan dan kecurangan.
Sebagai antisipasinya, KPK telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 8 Th 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Barang/Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Terkait Pencegahan Korupsi.
“Isi dari SE tersebut adalah memberikan rambu-rambu pencegahan untuk memberi kepastian bagi pelaksana PBJ hingga mendorong keterlibatan aktif APIP dan BPKP untuk melakukan pengawalan dan pendampingan proses pelaksanaan PBJ dengan berkonsultasi kepada LKPP,” kata Firli
Potensi kedua berupa korupsi filantropi atau sumbangan pihak ketiga. Menurut Firli, kerawanan terdapat pada pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan dan penyelewengan bantuan. Sebagai pencegahannya, KPK menerbitkan panduan berupa Surat KPK Nomor B/1939/GAH.00/0 1-10/04/2020 tentang Penerimaan Sumbangan/Hibah dari Masyarakat. Surat tersebut ditujukan kepada gugus tugas dan seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Berikutnya adalah korupsi pada proses refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 untuk APBN dan APBD.
Menurut Firli, titik rawannya terletak pada alokasi sumber dana dan belanja serta pemanfaatan anggaran.
“Upaya pencegahan, koordinasi, monitoring perencanaan refocusing atau realokasi anggaran, dan memberikan rekomendasi kepada kementerian, lembaga, pemda, apabila menemukan ketidakwajaran penganggaran atau pengalokasian,” kata Firli.
Potensi keempat adalah korupsi penyelenggaraan bantuan sosial atau jaring pengaman sosial (social safety net) oleh pemerintah pusat dan daerah. KPK mengidentifikasi titik rawan pada pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasan. Dalam upaya pencegahannya, KPK mendorong kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai rujukan pendataan penerima Bansos. Kemudian, juga mendorong keterbukaan data penerima Bansos serta membuka saluran pengaduan masyarakat.
“Insya Allah upaya ini dapat menutup semua celah atau potensi anggaran penanggulangan pandemi Covid-19 yang berasal dari uang rakyat,” tegas Firli.
Firli mengingatkan agar jangan ada pihak yang berfikir dan berani untuk korupsi dana bansos. Sebab, ia memastikan, KPK akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati seperti tertuang pada ayat 2 pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Yang berbunyi dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” tegas Firli. ( Kompas.Com)