Dr. H. Ismatullah, M.Pd

Oleh : Dr.H.Ismatullah Syihabudin,S.Pd.,M.Pd

Kemiskinan menjadikan sumber daya manusia tidak memiliki daya kreatif, tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup, baik primer, sekunder dan tertier.

Kebutuhan pangan untuk sehari-hari dengan situasi yang sempurna saat ini, masa pandemi, menjadikan masyarakat kecil berteriak dengan suara parau dan tak bisa terdengar lagi, dagang di sekolahan dilarang, berkeliling musim phk membuat daya beli menurun, kerja di proyek investasi sedang lock down karena khawatir menjadi cluster baru, kerja di mall waktu dibatasi dll.

Ada fenomena simalakama saat ini, ekonomi sebagai sumber pendapatan, perdagangan untuk memenuhi kebutuhan hidup harus tetap terlayani namun PSBB harus diberlakukan, pertanyaannya mengapa sekolah harus di tutup?

Kemendikbud bersama 3 kementrian lainnya, kemenag, kemenkes dan kemendagri, bahwa pola pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 dilakukan degan 4 metode : Daring,Luring, Blended Learning dan Penugasan, dengan menerapkan pola protokol covid-19 yang ketat dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah dan wilayah domisilinya.

Menariknya dunia pendidikan menjadi perhatian semua lapisan masyarakat, dikarenakan adanya saling keterkaitan dengan berbagai pihak, anak-anak merupakan masa depan bangsa semuanya merasa memiliki, dari orang tua, kakek neneknya, paman & bibinya, kakak adiknya, handau taulan lainnya, itu baru unsur keluarga. Bagaimana dengan unsur eksternal lainnya, seperti : IDAI, IDI,KPAI, PGRI, PGMI, TNI,POLRI, DINKES, BPBN, KEMENDIKBUD, KEMENDAGRI, KEMENAG, PROVIDER, PTN, PTS, LEGISLATIF, PMI, DINSOS, KEMENDAGRI, PWI, PWRI, JURNALIS, dan banyak lagi lembaga lain dari pusat sampai daerah yg mengaturnya.

Pro kontra selalu aja terjadi tak ada hentinya, ibarar sinetron terus bersambung episodenya.

Kemiskinan yang menjadi pembahasan di awal artikel ini, menjadi benang merahnya, dengan daring, ada keluhan HP dan kuota tidak punya, ketika hp dan kuota disediakan pusat dan daerah ternyata sinyal, akses wifi terkendala karena daerah terpencil, ketika semuanya terpenuhi pola pembelajaran daring membuat susah orang tua karena strata pendidikannya yg tidak memungkinkan membimbing putra putrinya untuk menyelesaikan tugas dari guru-gurunya, gagal maneng gagal maneng SON.
Dengan pola luring, siswa siswi yg tidak memiliki perangkat teknologi sangat efektif dengan metode tersebut, guru memberi tugas dengan buku paket dan LKS dengan cara diambil ke sekolah dan diserahkannya besok hari, adalagi keluhan, lagi lock down begini kenapa harus beli buku dan LKS? Kemiskinan penyebabnya, ditambah lagi orang yg mampu mempertanyakan juga, kenapa pendidikan gratis masih juga ada biaya buku,harganya mahal dan ribuan pertanyaan lainnya. Memang benar tatap muka jawabannya.

Tetapi upaya tatap muka tetap memiliki pro kontra ketika diimplementasikan.

Blended learning sebagai paduan antara daring dan luring seharusnya menjawab permasalahan ketika pandemi ini terjadi, namun wabah ini seharusnya dipahami bersama bukan salah siapa dan yg bertanggungjawab siapa, jangan saling menyalahkan tapi saling bekerja sama, bahu membahu, gotong royong, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Semoga wabah cepat teratasi, badai cepat berlalu dan nornal kembali sesuai dengan harapan kita.

Facebook Comments

By admin

Leave a Reply