Diskursus Komite Sekolah
Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Kepala SMAN1 Parungpanjang)

Permendikbud No 75 Tahun 2016 sebenarnya ambigu dan aneh. Mengapa ambigu dan aneh? Diantaranya adalah terkait fungsi komite sekolah untuk mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah dan menindaklanjuti keluhan. Plus saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat atas kinerja sekolah. Tertuang dalam pasal 2 dan 3.

Anehnya dalam Permendikbud pasal 7 dijelaskan bahwa komite sekolah ditetapkan oleh kepala sekolah. Kepala sekolahlah yang memberi SK padahal komite sekolah di definisikan sebagai lembaga independen. Ambiguitas Permendikbud No 75 ini tentu akan melahirkan pelaksanaan peran dan fungsinya Komite Sekolah yang ambigu pula.

Faktanya di lapangan Komite Sekolah terkadang menjadi perbincangan dan bahan diskusi. Sejumlah masyarakat awam tidak terlalu mengenali peran dan fungsi Komite Sekolah. Masyarakat kadang menganggap Komite Sekolah tidak independen dan dikendalikan oleh sekolah. Anggapan ini memang wajar karena Komite Sekolah diberi SK oleh kepala sekolah.

Padahal fungsi dari Komite Sekolah diantaranya adalah menerima masukan, kritik dan pengaduan dari berbagai pihak terkait kinerja dan layanan pihak sekolah. Orangtua tidak harus mengadu ke DPRD, Kejaksaan, Kepolisian, Ormas, LSM, Onprof atau oknum tertentu. Cukup mengadu saja kepada Komite Sekolah. Selesaikan secara cantik di internal.

Komite Sekolah harus berdiri sebagai “mediator” dan penengah dari sejumlah permasalahan internal pendidikan. Komite Sekolah harus berpihak pada aspirasi dan masukan masyarakat. Namun Ia pun harus memahami visi misi sekolah dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan dan prestasi sekolah. Komite sekolah adalah “wasit” antara masyarakat dan sekolah.

Keberadaan Komite Sekolah harus membantu masyarakat, terutama masyarakat yang golekmah dan punya kendala tertentu. Komite sekolah adalah pelayan masyarakat yang ada di dalam struktur satuan pendidikan. Komite sekolah wajib menjadi sahabat baik masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan wajib pula membantu sekolah, karena Ia bekerja berdasarkan SK dari sekolah.

Hal yang tidak boleh terjadi pada komite sekolah adalah. Komite sekolah tidak boleh lebih dari 6 tahun masa jabatan atau dua periode pemilihan. Anggota Komite Sekolah tidak boleh dari unsur atau bau-bau politisi atau mantan caleg. Tidak boleh pula dari unsur birokrat, unsur internal sekolah, atau pejabat desa dan kecamatan.

Dudung Nurullah Koswara

Anggota Komite Sekolah diutamakan maksimal 50 persen adalah perwakilan orangtua siswa yang anaknya masih aktif belajar di sekolah. Sebaiknya pengurus komite adalah dominasi orangtua siswa di sekolah bukan orang yang mencari nafkah dan kehormatan di Komite Sekolah. Makanya selalu ada pemilihan per tiga tahun agar ada orangtua siswa baru yang menjadi Komite Sekolah.

Diantara tugas Komite Sekolah selain menjadi “wasit” antara pihak masyarakat sebagai pengguna jasa layanan pendidikan dan pihak sekolah sebagai pemberi layanan pendidikan. Ada tugas lain dari Komite Sekolah diantarnya adalah penggalangan dana. Ini tertuang dalam pasal 10 Permendikbud No 75 Tahun 2016.

Dijelaskan dalam pasal 10 bahwa hasil penggalangan dana dapat digunakan antara lain: a) menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan; b) pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan; c) pengembangan sarana prasarana; dan d) pembiayaan kegiatan operasional Komite Sekolah, dilakukan secara wajar dan harus dipertanggungjawabkan secara transparan.

Masyarakat jangan salah tafsir atau berpikir parno pada keberadaan Komite Sekolah terkait penggalangan dana. Memang setiap Komite Sekolah harus bekerja menggalang dana juga untuk kepentingan prestasi dan kesejahteraan sekolah. Bahkan terkait dana partisipasi masyarakat ini pun tertuang dalam UURI No 20 Tahun 2003 pasal 9. Pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, tidak gratis!

Keberadaan Komite Sekolah harus menjadi pendukung masyarakat dalam suksesi pendidikan dan pendukung sekolah dalam suksesi prestasi dan citra sekolah. Komite Sekolah harus berpihak pada masyarakat karena Ia representasi masyarakat dan Ia pun harus mendukung sekolah karena SKnya dari Kepala sekolah. LSM, ormas, politisi tidak usah ikut campur internal sistem sekolah langsung, cukup datangi dahulu komite sekolah saja.

Komite Sekolah berfungsi dua wajah dan idealnya independen. Wajah masyarakat dan wajah sekolahan. Ia wakil masyarakat dan Ia pun wakil sekolahan. Semoga ambiguitas Permendikbud No 75 Tahun 2016 tidak berdampak pada ambiguitas kinerja para Komite Sekolah. Makanya untuk meminimalisir ambiguitas anggota Komiet Sekolah, pengurus Komite Sekolah wajib 50 persen orangtua anak didik yang masih aktif belajar di sekolah.

Hindari politisi, mantan caleg, birokrat aktif dan para pencari modus di Komite Sekolah. Semoga Komite Sekolah mampu menjadi jembatan kolaborasi antara masyarakat dan sekolah. Sukses pendidikan dan prestasi pendidikan sangat terkait dengan “agresifitas” Komite Sekolah dalam mendukung sekolahan dan memahami keluhan masyarakat.

Komite Sekolah setidaknya harus mampu mendorong kinerja sekolah lebih maksimal. Komite Sekolah pun harus mampu mendatangkan sumber keuangan sekolah dari para pihak yang sejahtera dan peduli pendidikan. Komite Sekolah pun harus mampu melindungi anak didik golekmah agar tetap sekolah, bahagia dan berprestasi. Komite Sekolah, orangtua siswa dan pihak sekolah hakekatnya adalah pelayan sukses masa depan anak didik. Semua demi anak didik.

Facebook Comments

By admin

Leave a Reply